Minggu, 26 April 2020

Kalimasada dan Pancasila


Gambar : Sakutrem

Malam sangat sunyi, semua kehidupan di pertapaan Saptohargo sudah terlelap tidur. Gelap malam itu berselimut kabut pegunungan yang beku, bahkan angin pun malas bertiup. Gerimis hujan sejak sore tadi masih menyisakan basah yang dingin di dedaunan dan di atap pertapaan. Para cantrik sudah terlelap tidur karena kelelahan latihan beladiri siang tadi. Dengan tertatih-tatih di kegelapan Resi Manumanasa berjalan menuju tempat pemujaan. Menjadi kebiasaan Resi Manumanasa untuk bersemedi di tengah malam untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi menuju Dewa di Kahyangan. Dupa telah dibakar, dan asapnya mengepul lurus ke atas mengikuti melesatnya konsentrasi yang maksimal. Kidung-kidung puja mantera dilantunkan lirih, merayap di gelapan malam, menyeruak pintu Selamanangkeb yang menjaga kuat Kahyangan Jung Giri Kaelasa.
Kaget Sang Hyang Guru penguasa jagad raya, segera memanggil patih Kahyangan Bathara Narada dari Sidik Pangudal-udal.

“Wahai kakang Narada, apa yang menjadi sumber kekisruhan di Kahyangan saat ini?. Jika ada batu yang bercahaya di bumi, ambilah untuk pengganti umpak balai Marcukandha tempat duduk ingsun kakang. Jika ada manusia yang congkak ingin menyaingi kekuasaan ingsun di jagadraya, ambilah, dan masukkan ke kawah candradimuka agar menjadi kerak yang menyala selamanya di neraka jahanam sana”.

“Wahai pukulun (yang mulia), tentulah tidak ada keraguan di hati pukulun tentang kejadian di jagadraya ini. Keadaan yang kurang menyenangkan ini adalah akibat doa manusia suci di bumi yang bernama Resi Manumanasa. Ia manusia berbudi yang patuh dan sangat taat menyembah paduka pukulun”.

“Lalu apa yang dia minta dalam doanya?

“Resi Manumanasa sangat sedih melihat kehidupan di negara Wiratha yang penuh dengan perbuatan biadab manusia. Mulai dari peperangan, kekejaman kemanusiaan, perusakan lingkungan, selingkuh politik, narkoba, korupsi, dan lain sebagainya. Oleh karenanya ia memohon kepada paduka, agar keadaan ini bisa segera hilang dari bumi Wiratha dan rakyat menjadi tenteram kembali.”

“Ingsun akan memenuhi doa yang baik dari Manumanasa, tetapi semua itu tidak ada yang gratis dan harus ditebus dengan perjuangan. Kakang Narada saya mohon turun ke bumi menemui Manumanasa. Ambilah putranya yang bernama Satrukem. Dia akan saya utus untuk mengusir Prabu Kalimantara yang akan meminta Dewi Supraba. Prabu Kalimantara telah membuat kekacauan di Kahyangan dan hingga sekarang belum mau pulang ke negaranya jika tidak membawa Dewi Supraba.

**********

Betapa terkejutnya Resi Manumanasa ketika Bathara Narada menyampikan perintah Sang Hyang Guru.

“Wahai pukulun, bukankah anak saya Satrukem masih muda belia, meskipun sudah pandai bela diri ia belum punya pengalaman berperang. Apa lagi ia akan berhadapan dengan Prabu Kalimantara yang sangat ganas dan sakti itu. Jangankan anaknya yang masih ingusan, sedangkan para Dewa yang terkenal sangat sakti saja terkalahkan oleh Prabu Kalimantara. Lebih baik saya saja yang melawan Prabu Kalimantara. Saya sudah kenyang dengan kehidupan dunia, jika pun saya mati dalam perang, bukankah masih ada anak saya yang melanjutkan kehidupan saya.”

Bathara Narada tertawa terkekeh-kekeh mendengar jawaban Manumanasa.
“Saya beritahu rahasia yang belum engkau ketahui. Selain Satrukem pandai bela diri, dia sangat sakti melebihi engkau wahai Manumanasa. Tidak ada manusia di bumi yang bisa mengalahkan Satrukem. Oleh karena itu janganlah engkau khawatir.”

Semar yang ada di dekatnya juga menyarankan agar lebih percaya kepada dewa. Karena jika Satrukem mati dalam perang, bukankah dewa akan menghidupkan kembali. Selain itu Semar juga mengingatkan akan prestasi Satrukem yang baru saja menyapu bersih perolehan medali emas olahraga beladiri di SeaGames ke 26 di Palembang yang lalu. Mulai dari Karate, Yudo, Pencak Silat, Taekwondo, Tinju, Gulat, Panjat Pinang, Balap karung, Balap Kelereng.
Dengan berat hati Resi Manumanasa menyerahkan putranya yang bernama Satrukem untuk melawan Prabu Kalimantara, dengan catatan Semar harus ikut mendampingi. Semar tidak keberatan karena selain bisa rekreasi, ia akan mendapat upah cek pelawat dan bisa menginap di hotel berbintang di Kahyangan.

**********
Peperangan antara Satrukem dan Prabu Kalimantara sangat dahsyat dan mengerikan. Para dewa sangat ketakutan dan menyingkir agak jauh. Justru para wartawan dari segala media massa yang nekat mendekati zone pertempuran dan menyiarkan secara live peristiwa itu. Mulai dari TURI, TV ONDE-ONDE, TV METROPOLITAN, SI NENEN, BIBIK SI dan AL JAMELA semua menyiarkan breaking news nya.

Akhirnya pertempuran itu mencapai klimaksnya, ketika Satrukem mulai terdesak, ia mengambil anak panah dan mengarahkan tepat ke Prabu Kalimantara. Panah yang ujungnya menyala seperi lidah api itu segera melesat memotong leher Prabu Kalimantara. Seketika Prabu Kalimantara jatuh tersungkur, gugur sebagai kesatriya sejati mempertahakan harga dirinya. Tetapi keajaiban terjadi. Seketika Kahyangan gelap gulita bercampur petir menggelar memekakkan telinga disertai hujan badai dahsyat. Ketika cuaca telah cerah kembali terjadi keanehan. Jazad Prabu Kalimantara hilang, dan berubah menjadi pataka (sejenis bendera) yang berisi lima nasehat.

Semar yang mengetahui kebingungan Satrukem menjelaskan, bahwa lima nasehat itu disebut KALIMASADA. Kalimasada berasal dari kata KALI MAHA USADA. KALI artinya jaman, MAHA artinya sangat, USADA artinya penyembuh. Terjemahan bebasnya Kalimasada adalah berisi nasehat atau pentunjuk untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang rusak di dunia. Kalimasada itulah yang dicari bapaknya Satrukem yaitu Resi Manumanasa untuk menjadi cara atau petunjuk memperbaiki kerusakan negara Wiratha. Oleh karenanya Satrukem dinasehatkan agar segera membawa Kalimasada ke bapaknya Resi Manumanasa di pertapaan Saptohargo.

***********
Pembaca yang budiman, orang Jawa sangat terobsesi dengan cerita wayang. Kisah Kalimasada lama terekam dalam memori kehidupan orang Jawa hingga sekarang dan bertransformasi menjadi rujukan politik, ketika bangsa ini mengalami kebingungan saat baru saja merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda, bangsa ini masih terpecah-belah belum bersatu-padu. Oleh karenanya para bapak pendiri bangsa (founding father) ini mencari semangat pemersatu bangsa. Diketemukanlah cerita Kalimasada tersebut. Agar bisa diterima oleh seluruh etnis di Nusantara, maka disusunlah lema pemersatu bangsa yang disebut Pancasila, yang roh ajarannya berasal dari Kalimasada. Diharapkan dengan Pancasila bangsa Indonesia punya rujukan pemersatu. Dan itu berhasil hingga sekarang. 1 Ketuhanan yang Maha Esa. 2 Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3 Persatuan Indonesia. 4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyarawaratan/perwakilan. 5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukankah pembaca sudah lupa? Saya juga kok. Makanya harus membuka dulu buku cucu saya.

Transformasi dari Kalimasada menjadi Pancasila sangat dekat runutan sejarahnya. Oleh karenanya ketika Kalimasada diterjemahkan menjadi kalimat lain selain Pancasila, menjadi terasa aneh. Keanehan terjadi lantaran ada paradoks keyakinan dan sejarahnya.

Sumber : http://serbajawa.wordpress.com/